Search Suggest

Kits DLS Warkop DKI dan Logo Terbaru






Kits DLS Warkop DKI dan Logo Terbaru - Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro) tak pernah lekang oleh waktu. 

Namun belakangan nama Warkop DKI kembali santer jadi perbincangan publik. 

Hal itu setelah viralnya tiga pemuda yang dinilai memiliki wajah mirip personel grup lawak legendaris tersebut. 

Sejarah Warkop DKI

Warkop DKI terkenal dengan tiga personelnya, yakni Dono (Wahjoe Sardono), Kasino (Kasino Hadiwibowo) dan Indro (Indrodjojo Kusumonegoro).

Namun mungkin tak banyak yang tahu, bahwa selain ketiganya, ada juga sosok lain di awal mula berdirinya Warkop yakni Nanu Mulyono dan Rudy Badil. 

Berawal dari siaran radio

Grup lawak Warkop DKI muncul berawal dari tawaran membentu acara siaran di Radio Prambors.

Melansir laman Warkop DKI, pada Agustus 1973 Temmy Lesanpura, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang juga Kepala Program Radio Prambors menemui Kasino, Nanu, dan Rudy di salah satu konsolidasi mahasiswa sebelum Peristiwa Malari.

Temmy menawari tiga mahasiswa UI tersebut untuk menjadi penyiar di salah satu program baru di Prambors. Ketiganya kemudian setuju.

Setelah berdiskusi panjang, akhirnya mereka menamai acara itu "Obrolan Santai di Warung Kopi" yang kemudian lebih dikenal masyarakat dengan nama Warkop.

Pada September 1973, Warkop mulai siaran setiap Kamis malam pada pukul 20.30 sampai 21.15 WIB.

Agar nuansa siaran lebih beragam, ketiga orang tersebut menggunakan aksen yang berbeda. Kasino menirukan logat orang Tionghoa atau China dan Padang, Nanu dengan logat Batak, dan Rudy dengan logat Jawa. 

Cerita bergabungnya Dono dan Indro

Dalam wawancaranya dengan Harian Kompas, 23 Desember 1979, Kasino mengatakan awalnya siaran itu hanya membicarakan masalah lingkungan secara santai.

"Lama-kelamaan datang surat-surat yang menyarankan supaya kami memperluas tema pembicaraan yang dibawakan secara lucu itu, pada saat itulah lahir Warung Kopi," ujar Kasino.

Usai peristiwa Malari pada 1974, Warkop tetap mewarnai radio Indonesia dengan guyonan lucunya.

Di tahun itulah, Dono direkrut untuk bergabung dengan radio Warkop. Ia adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (sekarang FISIP) UI, yang dikenal sebagai aktivis UI.

Dua tahun berikutnya, pada 1976, Indro baru bergabung. Karena rumahnya dekat dengan studio Prambors, Indro sudah kenal dengan empat anggota Warkop lainnya.

Formasi Warkop pun menjadi lima orang: Kasino, Nanu, Rudy, Dono, dan Indro. 

Kritik sosial Warkop DKI

Selepas mengudari di radio Prambors, Warkop pun mulai mendapat tawaran untuk tampil di acara-acara pentas sekolah, di acara Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bahkan ditawari tampil di TVRI bersama Mus Mualim, musisi Indonesia Lima di acara Terminal Musikal.

Kasino, sebagai koordinator grup Warkop mengatakan bahwa jelang tahun baru 1980, Warkop sempat menolak semua tawaran untuk tampil di akhir tahun.

Hal ini karena banyaknya tawaran pekerjaan dan anggota Warkop ingin beristirahat sejenak.

Ketenaran Warkop terus melonjak, karena selalu menyelipkan permasalahan sosial dalam setiap guyonannya. Bahkan, mulai bermunculan grup-grup lain yang memiliki tema serupa.

"Media komersil di mana saja sama. Tiru-meniru adalah suatu hal yang biasa. Mengapa kami harus merasa terganggu? Bahkan kami merasa sangat bangga, karena ternyata Warkop mampu menjadi perintis," kata Kasino mengutip Harian Kompas, 23 Desember 1979. 

 

Film Warkop DKI

Di tahun 1979, Warkop juga mendapat tawaran untuk bermain film oleh eksekutif produser PT Bola Dunia, Hasrat Juwil. Film pertama Warkop berjudul "Mana Tahan" diproduksi tahun 1979.

Sayangnya Nanu hanya sempat memerankan beberapa film saja. Sedangkan Rudy Badil, tidak pernah sama sekali terlibat dalam pembuatan film.

Di tahun 1983. Nanu Mulyono meninggal dunia akibat sakit ginjal. Dia dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta. 

Daftar film-film Warkop DKI

Mana Tahaaan... (1979) bersama Nanu Mulyono, Elvy Sukaesih, Rahayu Effendi dan Kusno Sudjarwadi.

Gengsi Dong (1980) bersama Camelia Malik, Zainal Abidin dan M. Pandji Anom.

GeEr - Gede Rasa (1980) bersama Dorman Borisman, Ita Mustafa dan Itje Trisnawati.

Pintar Pintar Bodoh (1980) bersama Eva Arnaz, Debby Cynthia Dewi dan Dorman Borisman.

Manusia 6.000.000 Dollar (1981) bersama Eva Arnaz, Dorman Borisman dan Abdul Hamid Arief.

IQ Jongkok (1981) bersama Enny Haryono, Marissa Haque, dan Bokir.

Setan Kredit (1982) bersama Minati Atmanegara, Nasir dan Alicia Djohar.

Chips (1982) bersama Sherly Malinton, Tetty Liz Indriati dan M. Pandji Anom.

Dongkrak Antik (1982) bersama Meriam Bellina, Mat Solar dan Pietrajaya Burnama.

Maju Kena Mundur Kena (1983) bersama Eva Arnaz, Lydia Kandou dan Us Us.

Pokoknya Beres (1983) bersama Eva Arnaz, Lydia Kandou dan Us Us.

Tahu Diri Dong (1984) bersama Eva Arnaz, Lydia Kandou dan Us Us.

Itu Bisa Diatur (1984) bersama Ira Wibowo, Lia Warokka dan Aminah Cendrakasih.

Gantian Dong (1985) bersama Ira Wibowo, Lia Warokka, Leily Sagita dan Advent Bangun.

Kesempatan Dalam Kesempitan (1985) bersama Lydia Kandou, Nena Rosier, Lia Warokka, dan Kaharuddin Syah.

Sama Juga Bohong (1986) bersama Ayu Azhari, Nia Zulkarnaen, dan Chintami Atmanegara.

Atas Boleh Bawah Boleh (1986) besama Eva Arnaz, Dian Nitami dan Wolly Sutinah.

Depan Bisa Belakang Bisa (1986) bersama Eva Arnaz dan HIM Damsyik.

Makin Lama Makin Asyik (1987) bersama Meriam Bellina, Susy Bolle dan Timbul.

Saya Suka Kamu Punya (1987) bersama Doyok dan Didik Mangkuprojo.

Jodoh Boleh Diatur (1988) bersama Raja Ema, Silvana Herman dan Nia Zulkarnaen.

Malu-Malu Mau (1988) bersama Nurul Arifin, Suyadi dan Sherly Malinton.

Godain Kita Dong (1989) bersama Lisa Patsy, Ida Kusumah, Tarsan, dan Diding Boneng

Sabar Dulu Doong...! (1989) bersama Anna Shirley, Pak Tile dan Eva Arnaz.

Mana Bisa Tahan (1990) bersama Nurul Arifin, Zainal Abidin, Sally Marcellina, dan Diding Boneng

Lupa Aturan Main (1991) bersama Eva Arnaz, Fortunella, Hengky Solaiman, dan Diding Boneng

Sudah Pasti Tahan (1991) bersama Nurul Arifin dan Sherly Malinton.

Bisa Naik Bisa Turun (1992) bersama Kiki Fatmala, Fortunella, Fritz G. Schadt, Gitty Srinita, dan Diding Boneng

Masuk Kena Keluar Kena (1992) bersama Kiki Fatmala, Fortunella, Sally Marcellina, dan Diding Boneng

Salah Masuk (1992) bersama Fortunella, Gitty Srinita, Tarida Gloria dan Angel Ibrahim.

Bagi-Bagi Dong (1993) bersama Kiki Fatmala dan Inneke Koesherawati.

Bebas Aturan Main (1993) bersama Lella Anggraini, Gitty Srinita dan Diah Permatasari.

Saya Duluan Dong (1994) bersama Diah Permatasari, Gitty Srinita dan HIM Damsyik.

Pencet Sana Pencet Sini (1994) bersama Sally Marcellina, Pak Tile, Taffana Dewi, dan Diding Boneng 

 

Nama Warkop DKI

Hanya tersisa Dono, Kasino, dan Indro yang aktif tampil di layar kaca Indonesia. Mereka pun dikenal dengan nama Warkop DKI.

Indro mengakui bahwa nama Warkop DKI disematkan mereka ketika lepas dari Prambors. Itu pun diberikan oleh masyarakat. 

Selama 15 tahun berkarya, Warkop DKI telah bermain di 34 judul film yang hampir semuanya laris di pasar.

Warkop DKI sendiri menjadi salah satu grup lawak legendaris Indonesia, kini hanya tinggal Indro yang tersisa dari semua personelnya.

 

WARKOP DKI FC LOGO








WARKOP DKI FC KITS





Post a Comment